Membumikan Gerakan Ilmu untuk Pelajar Berkemajuan
A. Pendahuluan
Kehidupan tak pernah
berhenti memerlukan manusia-manusia baru dengan semangat dan pemahaman
baru atas realita yang terus berkembang dengan dinamis. Manusia baru
inilah yang akan meneruskan kebenaran ketika yang tua meninggalkannya.
Manusia baru inilah yang akan memelihara keberanian ketika yang tua
bersembunyi. Manusia baru inilah yang akan memahami realitas ketika yang
tua tersesat. Merekalah yang akan tetap lantang bersuara ketika yang
tua terperosok dalam pesimisme dan terhanyut dalam pragmatisme.
Sejarah telah membuktikan bahwa kaum muda,
yakni pelajar sangat menentukan perjalanan sebuah bangsa. Sebagai sosok
yang penuh semangat dan penuh idealisme mereka mampu melahirkan berbagai
penemuan, eksplorasi, bahkan sebuah revolusi. Mereka mampu menentukan
masa depan kemanusiaan kita. Pengalaman, wawasan, kesejahteraan,
kemiskinan, penderitaan, dan kebahagiaan yang mereka alami sekarang
menentukan masa depan seperti apa yang akan kita alami kelak. Sayangnya,
yang kita lihat saat ini ialah mereka (pelajar) tidak memiliki posisi
tawar yang baik untuk memainkan perannya secara optimal.
Kaum pelajar masih terpinggirkan secara
sosial, politik, ekonomi, budaya, dan seterusnya. Kita sering
menyaksikan praktek diskriminasi terhadap mereka dalam hal penetapan
keputusan dalam keluarga misalnya, bahkan untuk menentukan rencana studi
selanjutnya. Contoh lain, mereka seolah tak pernah berhenti menjadi
objek dalam pembuatan kebijakan publik, terutama dalam perkara yang
menyangkut langsung diri mereka, seperti dalam menjamin kesejahteraan
mereka. Bahkan, dengan mantapnya kaum remaja dan pelajar menjadi sasaran
konsumerisme, hedonisme, seksualisme, dan lain sebagainya.
Kondisi pelajar saat ini
Hedonisme
yang merupakan penyakit moral yang sering melanda kalangan pelajar
nampaknya menjadi sebuah tantangan yang besar bagi Ikatan Pelajar
Muhammadiyah. Mengingat hedonisme ialah sikap hidup yang beranggapan bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama hidup.[1]
Mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, jadi harus dibuat se-enjoy
mungkin demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Bahkan ada yang lebih
parah dalam mengekspresikan hidupnya yaitu penganut paham nudisme.
Mereka mengeimplementasikan gaya hidup bersenang-senang melalui pesta
bugil. Entah apa yang ada di benak mereka, sehingga mereka melakukan hal
yang begitu tidak bermartabat.
Pengaruh materialisme dan hedonisme sangat
luar biasa dahsyatnya pada segala segi kehidupan, termasuk pada dunia
pendidikan tinggi. Banyak mahasiswa ataupun pelajar yang memilih gaya
hidup instant, dan hal ini berimbas pada cara pendidikan mereka.
Misalnya saja mahasiswa ingin cepet-cepat lulus dengan nilai baik tanpa
melalui proses yang panjang dan rumit. Mereka seolah-olah hanya mengejar
nilai tanpa memperdulikan aspek ilmu pengetahuan yang akan mereka
peroleh. Jadi ibaratnya mereka kuliah hanya demi mengejar nilai dan
ijasah tanpa mendapat ilmu apapun.
Selain isu hedonisme dikalangan pelajar, isu
radikalisme pun mencuat dan baru-baru ini dan menggegerkan tanah air
kita. Sebuah survey Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP)
menyebutkan bahwa hampir 50% pelajar di Indonesia yang mendukung
cara-cara radikal dalam menghadapi masalah-masalah moralitas dan konflik
keagamaan.[2]
Hal tersebut dapat disebabkan karena kondisi pelajar saat ini banyak
yang kecewa terhadap persoalan bangsa yang tak kunjung reda. Seringkali
mereka disuguhkan dengan kasus korupsi yang merajalela, ketidakadilan
yang menonjol di tingkat nasional. Sebenarnya para pelajar dan remaja
itu mempunyai keinginan yang kuat untuk memperbaiki bangsa menjadi lebih
baik, akan tetapi dikarenakan yang menyentuh fikiran mereka adalah
fundamentalisme, maka bentuk radikalisme mereka menjadi reaksioner.
Menyadari hal ini, Ikatan Pelajar
Muhammadiyah perlu kembali menguatkan ideologi dan meneguhkan diri untuk
berjuang menjadi pembela mereka (yang telah terjerumus dalam jurang
hedonisme dan radikalisme). Cita-cita IPM yang mendambakan sosok pelajar ideal
sesungguhnya telah menggambarkan niat perjuangan tersebut. Lebih-lebih
dengan semangat gerakan pelajar berkemajuan yang diusung oleh IPM,
kedepan kita boleh berharap banyak bahwa cita-cita tersebut dapat
diwujudkan.
Melihat dari permasalahan diatas, kiranya
Ikatan Pelajar Muhammadiyah memerlukan sebuah inisiasi besar untuk dapat
membalikan posisi sentral pelajar menjadi agen-agen perubahan (agent of change)
dari sebuah bangsa. Salah satu strategi yang kini dibangun ialah dengan
cara membentuk Gerakan Pelajar Berkemajuan, sebagaimana yang telah
diamanatkan Muktamar Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke 18 di Sumatera
Selatan.
B. Isi
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi
Islam terbesar yang ada di Indonesia mampu bertahan dan terus
berkontribusi untuk pemberdayaan masyarakat dan bangsa kurang lebih
selama satu abad lamanya. Sungguh hal tersebut sangat sulit diraih
apabila seluruh kader Muhammadiyah tidak mempunyai konsistensi yang
massif dalam menggerakan dan mengepakkan sayap-sayap Muhammadiyah.
Melalui konsepsi al-ma’un Muhammadiyah
membuktikan bahwa memang benar adanya Islam adalah agama bagi seluruh
alam. Islam yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia, bukan hanya bagi
kaum muslim saja. Dengan strategi “pembumian” kalam langit (kalamullah) ini
Muhammadiyah dapat menjadi garda terdepan sosok umat yang berkemajuan,
akan lebih dahsyat kiranya apabila seluruh umat di muka bumi ini dapat
membumikan seluruh kalam langit yang ada.
Begitu pula dengan seluruh permasalahan
pelajar yang dikemukakan pada bagian di pendahuluan. Dengan konsep
“pembumian” kalam illahi yang dalam hal ini ilmu, maka segala
permasalahan tentu saja dapat bisa terselesaikan.
Konsep “pembumian” ilmu merupakan sebuah
strategi gerakan untuk menerapkan segala ketentuan-ketentuan yang sudah
ditentukanNya ke dalam kehidupan yang lebih aplikatif, dan untuk
menjelaskan bahwa ilmu-ilmu baik keagamaan maupun duniawi bukanlah
sebuah utopia untuk mendatangkan kesejahteraan hidup.
Kuntowijoyo dalam tulisannya menawarkan suatu
penyikapan baru perihal hubungan antara agama (Islam) dan ilmu.
Menurutnya dalam hal ilmu, gerakan intelektual Islam harus melangkah
lebih jauh, yakni bergerak dari teks menuju konteks. Ikhtiar keilmuan
ini memiliki tiga sendi, yakni:
1. Pengilmuan Islam, sebagai proses keilmuan yang bergerak dari teks al-Qur’an menuju konteks sosial dan ekologis manusia;
2. Paradigma Islam adalah hasil keilmuan (pandangan baru tentang ilmu-ilmu integralistik, sebagai hasil penyatuan agama dan wahyu)
3. Islam sebagai ilmu, yang merupakan proses sekaligus sebagai hasil.[3]
Melihat dari itu semua, maka perlulah kiranya untuk membumikan seluruh sendi-sendi keilmuan yang ada.
Gerakan Pelajar Berkemajuan yang telah diusung oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini diharapakan mampu mentrigger pelajar
Indonesia untuk selalu menjadi seorang intelektual yang berjiwa ulama,
ataupun menjadi seorang ulama yang berjiwa intelek. Karena jika kita mau
jujur, sebenarnya al-Qur’an sudah lama tidak lagi berfungsi sebagai
petunjuk untuk urusan-urusan besar umat Islam, seperti urusan
kenegaraan, ekonomi, hubungan internasional, dan lain-lain. Bahwa
al-Qur’an masih diimani sebagai Kitab Suci yang tahan bantingan sejarah,
adalah pula sebuah fakta, setidaknya secara formal. Tetapi, bahwa kitab
in sudah diabaikan sebagai acuan dalam memecahkan masalah penting umat
Islam juga adalah fakta yang lain pula.[4]
Mencita-citakan pelajar berkemajuan merupakan
sebuah cita-cita yang luhur dari sebuah gerakan pelajar. Maka dari itu
konsep “pembumian ilmu” adalah salah satu cara yang lebih aplikatif demi
terwujudnya pelajar yang berkemajuan sehingga permasalahan pelajar
dapat teratasi dengan baik.
Salah satu permasalahan yang ada, yang telah
dikemukakan diatas adalah trend matrealistis dan kapitalis dalam dunia
pendidikan yang menjadikan pelajar sebagai objek penderitanya.
Masyarakat memandang lembaga pendidikan, terutama perguruan tinggi,
tidak lagi sekedar sebagai sebuah “keraton” yang akan menghasilkan
bangsawan-bangsawan baru, tetapi lebih dari itu, lembaga pendidikan
telah dipandang sebagai sebuah “lampu aladin”, yang dengan sekali ucapan
“sim salabim” mampu memenuhi hasrat konsumsi yang sudah semakin tinggi
polanya. Lembaga pendidikan hanyalah dilihat dari salah satu perannya,
yakni sebagai pra alokasi tenaga kerja.[5]
Hal diatas dapat terjadi karena memang
pelajar tidak lagi diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi dan
mengembangkan potensi-potensi akademik yang ada. Salah satu solusi yang
ada adalah dengan memassifkan gerakan pembumian ilmu dikalangan semua
pelajar Indonesia, sehingga pelajar akan kembali memposisikan dirinya
sebagai agen perubahan dari sebuah bangsa, dan bukan lagi sebagai objek
kerakusan dari beberapa pihak saja.
Mengamini pernyataan Ali Syari’ati, yang menyatakan bahwa cendikiawan Muslim atau roushanfikr
(pemikir yang tercerahkan) tentunya mempunyai tanggung jawab besar
untuk lebih membumi (dekat dengan massa). Karena seorang intelektual
sudah seharusnya memahami persoalan yang dihadapi oleh massa. Kalau
sebagai seorang intelektual tidak memahami persoalan yang dihadapi,
bagaimana akan menawarkan sebuah solusi untuk tranformasi. Sudah
sepatutnya para intelektual yang satu dengan yang lain saling bersinergi
menjadi sebuah gerakan yang kolektif.[6] Sehingga diperlukannya sebuah strategi khusus yang lebih aplikatif dalam mencapai semua keinginan tersebut.
Jika melihat dari 3P yang digaungkan lewat Gerakan Pelajar Berkemajuan ini (Pencerdasan, Pemberdayaan, dan Pembebasan)[7] nampaknya ini merupakan sebuah rumusan yang bagus dan memang harus menjadi acuan bagi seluruh pimpinan untuk melakukannya.
Pencerdasan yang dapat diartikan juga sebagai
penanaman nilai intelektualitas dalam diri pelajar, sangat penting
posisinya mengingat pelajar yang memang dekat dengan nilai-nilai
keilmuan. Sehingga Ikatan Pelajar Muhammadiyah harus dekat dengan
persoalan yang dihadapi ummat atau massa. Seperti halnya
dalam ilmu sosial profetik, Kuntowijoyo menyatakan bahwa ilmu sosial
profetik sekarang ini lebih efektif liberasi dalam konteks ilmu, dan
sebagai sasaran liberasi yaitu ilmu pengetahuan, sistem sosial, sistem
ekonomi dan sistem politik. Liberasi ilmu pengetahuan berupa usaha-usaha
untuk membebaskan orang dari sistem matrealistis, dari dominasi
struktur, misalnya struktur sosial (marxisme) dan seks (feminisme).[8]
Pencerdasan ini ditujukan untuk memberikan
input para pelajar, bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam sistem
tertentu. Contohnya, ialah pelaksanaan Ujian Nasional yang merupakan
sistem penentu kelulusan seorang siswa. Dengan memberikan “pencerdasan”,
terhadap para pelajar, maka mereka akan mengerti dan faham bahwa
sebenarnya UN ialah bentuk kedzaliman yang dilakukan oleh para
pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Selanjutnya ialah pemberdayaan, dengan
melakukan pemberdayaan terhadap pelajar. Pelajar tidak akan lagi
diposisikan menjadi objek ataupu korban dari suatu sistem yang ada. Pada
akhirnya pelajar dapat memberikan nilai tawar yang tinggi, sehingga
eksploitasi pelajar dapat terhindarkan (dari masalah yang diterangkan di
pendahuluan).
Pembebasan, merupakan sebuah inisiasi Ikatan
Pelajar Muhammadiyah untuk memberikan kembali porsi pelajar kepada
tempatnya semula. Pelajar yang berdaulat, yang bisa menentukan sendiri
nasibnya. Gerakan pembebasan ini harus dimulai dari tataran pimpinan
yang paling rendah yaitu tingkat ranting, sehingga Pelajar Berkemajuan
dapat diraih oleh seluruh pelajar yang ada. Dengan kata lain, IPM
memberikan sebuah gebrakan, berupa gerakan yang sadar dan peka terhadap
realitas yang menyerang kehidupan pelajar, hal ini sejalan dengan spirit
nuun, yang berarti Allah telah memerintahkan kepada manusia
supaya tidak buta huruf, buta aksara, atau buta terhadap realitas bahkan
buta moral.[9]
Ketiga P diatas merupakan strategi yang
apabila sudah dijalankan akan memberikan dampak terhadap pelajar itu
sendiri untuk menjadi pelajar yang berkemajuan, pelajar yang progress,
pelajar yang dapat menduduki posisi sentral di setiap lini kehidupan,
karena pelajar merupakan agen perubahan dari sebuah bangsa. Mengutip
dari sebuah statement, pemuda hari ini, pemimpin masa depan.
Pemuda yang bisa diartikan sebagai pelajar, harus diposisikan menjadi
seorang pemimpin masa depan, bukan lagi menjadi sebuah bahan percobaan
dari sebuah sistem yang dzalim.
Ke semua strategi diatas, tetap harus
dilakukan dengan memakai sudut pandang “pembumian ilmu”, dimana ilmu itu
dijadikan sebagai bahan rujukan untuk melakukan segala perbuatan.
Sejalan dengan apa yang dikatakan Nabi Muhammad SAW. Man arodda dunya, fa bi il’m, wa man arodda akhirah fa bi il’m,
artinya segala tujuan akan tercapai apabila memang kita merujuk pada
nilai-nilai keilmuan, karena pada hakikatnya semua itu ada ilmunya.
C. Kesimpulan
Konsep “pembumian” ilmu merupakan sebuah
strategi gerakan untuk menerapkan segala ketentuan-ketentuan yang sudah
ditentukanNya ke dalam kehidupan yang lebih aplikatif, dan untuk
menjelaskan bahwa ilmu-ilmu baik keagamaan maupun duniawi bukanlah
sebuah utopia untuk mendatangkan kesejahteraan hidup.
Maka dari itu, gerakan pembumian ilmu merupakan sebuah breakthrough dari
kejumudan sebuah sistem yang ada pada masa kini. Kita tidak akan lagi
melihat kaum pelajar yang terpinggirkan secara sosial, politik, ekonomi,
budaya, dan seterusnya. Terlebih, mengingat pelajar yang
memang identik dengan nilai-nilai keilmuan, maka memang sudah
sepantasnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah bergerak dan “melawan”
kedzaliman dengan nilai-nilai intelektualitas yang bermula dari gerakan
pembumian ilmu. Seperti mendukung apa yang telah dikemukakan Ali
Syar’ati, bahwasannya umat Islam diajak untuk tunduk kepada Allah SWT.
dan didorong untuk memberontak melawan penindasan, ketidakadilan,
kebodohan, serta ketiadaan persamaan (ketimpangan)
Dengan selalu menyesuaikan antara ideologi IPM dan keadaan zaman, maka
IPM akan senantiasa dapat diterima oleh masyarakat khususnya pelajar,
dan dengan strategi gerakan yang diusung IPM maka segala bentuk
kerusakan moral yang ada dalam diri remaja dapat berkurang. Setelah moral
para pelajar terhindar dari segala bentuk penyakitnya (radikal,
hedonis, konsumtif) maka progresivitas gerakan akan senantiasa
berkembang dan melesat menjadi lebih baik.
Sehingga, perlulah kiranya gagasan ini
menjadi bahan pertimbangan bagi para pimpinan Ikatan Pelajar
Muhammadiyah demi tercapainya Pelajar Berkemajuan untuk Indonesia baru.
Referensi
· Prof. Dr. Winarno Surakhmad dkk. Reformasi Pendidikan Muhammadiyah Suatu Keniscayaan, LP3M Yogyakarta, 2003.
· Azaki Khoirudin , Nuun Tafsir Gerakan Al-Qalam, MUHI Press Gresik, 2012.
· Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Tiara Wicana, Yogyakarta, 2007
· Tanfidz Muktamar Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke 18 Palembang
· Ahmad Syafii Ma’rif, Al-Qur’an dan Realitas Umat, Republika, Jakarta, 2010
· Halim Sedyo P, Refleksi Perjuangan, Langkah Awal Internalisasi Gen Pemikiran, Tak Sekedar Merah : Memoar dan Testimoni Kader IMM, Yogyakarta 2013
0 komentar: