Kisah Klasik TKI


Terulang lagi dan sepertinya tidak ada habisnya, kisah pilu yang datang dari saudara kita yang sedang mengais rejeki di negeri orang. Kisah penganiayaan teranyar terjadi pada Sumiati, tenaga kerja Indonesia yang baru saja bekerja sekitar empat bulan di Arab Saudi, kini harus dirawat karena ulah majikan yang menyiksa hingga hampir lumpuh dan mengalami luka di sekujur badan, bahkan yang paling sadis, majikannya tega menggunting bibir bagian atas Sumiati. Kasus yang mendapat perhatian dari hampir seluruh masyarakat Indonesia itu kini sedang ditangani oleh pemerintah.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa perlakuan tenaga kerja Indonesia di luar sana sungguh sangat tak manusiawi, dan ini bukanlah kali pertama terjadi. Terkadang para TKI yang membuat kesalahan kecilpun harus menanggung penyiksaan yang berat atas apa yang telah diperbuatnya. Salah satu faktor terbesar dari perlakuan yang sadis terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri, disebabkan oleh karena mereka tidak mempunyai keterampilan dan skill bahasa yang memadai dalam memberikan jasanya sebagai pekerja, baik industri maupun rumah tangga. Para tenaga kerja ini hanya berkeinginan untuk mendapatkan rezeki di negeri orang, tanpa mengandalkan keterampilan yang dimiliki.

Lemahnya keterampilan dan skill berkomunikasi atau unskilled labor ini yang kerap membuat para majikan luar sana menjadi beringas dan lalu menyiksa, memperkosa bahkan membunuh para tenaga kerja kita. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah untuk memilih dan membuat sebuah sistem baru yang dapat melatih dan menjadikan para pekerja kita terlatih. Karena pada dasarnya Tenaga Kerja Indonesia bukan hanya sebagi pekerja biasa, tetapi juga harus diperlakukan sebagai Duta Negara yang selayaknya mendapat perlakuan yang pantas.

Tenaga kerja Indonesia dikenal di dunia internasional sebagai tenaga kerja yang ramah dan ulet dalam bekerja, tetapi mereka masih tetap kalah saing dengan tenaga kerja dari Negara lain, permasalahan yang kerap terjadi adalah masalah bahasa. Tenaga kerja Indonesia sering terkalahkan oleh tenaga kerja dari Filipina, Kamboja karena bahasa yang dikuasainya, hal tersebut yang menyebabkan perbedaan perlakuan terhadap tenaga kerjanya itu sendiri.

Berdasarkan Berdasarkan Human Development Report, yang menjelaskan tentang index pengembangan sumber daya manusia (Human Development index) yang ada di dunia, Indonesia berada di ranking 108 di dunia internasional, tertinggal satu tingkat oleh Maladewa yang berada di posisi 107, dan termasuk kedalam golongan Medium Human Development dimana pengembangan sumber daya manusianya belum cukup baik. Dan apabila Indonesia ingin masuk menjadi golongan High Human Development seperti halnya Malaysia, terdapat tiga aspek yang harus di perhatikan dengan serius oleh pemerintah kita, aspek kesejahteraan masyarakat, aspek kesehatan masyarakat dan aspek pendidikan masyarakat.

Ketika ketiga aspek itu telah ditingkatkan kualitasnya, maka lambat laun Indonesia dapat masuk ke dalam golongan High Human Development dan secara tidak langsung pula kualitas dari tenaga kerja Indonesia akan meningkat dan mendapat perlakuan yang sebagaimana mestinya, seperti halnya tenaga kerja dari Filipina.

Langkah Presiden SBY yang mengirimkan delegasi khusus untuk menyelesaikan masalah ini serta melayangkan nota protes kepada pemerintah Arab Saudi merupakan tindakan yang sangat patut di apresisasi, karena memang ini adalah tugas pemerintah dan negara untuk melindungi warga negaranya di manapun berada.

Sudah selayaknya pemerintah dapat mengurangi dan mencegah persitiwa yang menyakitkan bagi para tenaga kerja ini. Disamping itu, kepastian hukumlah yang diharapkan oleh para TKI, salah satunya adalah dengan menyediakan pengacara handal yang juga merupakan salah satu upaya untuk menekan angka kekerasan yang akan menimpa para TKI serta melindungi hak hak dan kepentingan mereka di muka pengadilan negara di negara penerima.

Di dalam negeri, pemerintah juga seharusnya dapat bertindak tegas dalam melindugi kepentingan pahlawan devisa ini, seperti melakukan seleksi yang ketat meliputi skill dan kemampuan berkomunikasi, sehingga tenaga kerja yang dihasilkan mempunyai kualitas yang tinggi di segala bidang dan pada akhirnya akan mengharumkan nama Indonesia. Lalu pemerintah juga dapat memilih negara mana saja yang akan dikirimi tenaga kerja Indonesia, jikalau ada suatu negara yang dinilai sering melakukan penyiksaan, maka pemerintah dapat mem-black list dan tidak mengirimkan TKI kembali ke negara tersebut.

Dengan ketegasan ini, maka Negara kita tidak akan terlihat bergantung kepada negara penerima, tetapi ada saling ketergantungan antara Negara pengirim (Indonesia) dengan Negara penerima. Pada akhirnya juga majikan dan negara penerima tidak akan bertindak semena-mena terhadap para TKI.

Selain itu juga pemerintah harus menuntaskan segala kasus yang terjadi menyangkut ketenagakerjaan kita dengan cepat dan sigap. Seperti halnya kasus yang dialami oleh Sumiati Tenaga Kerja Indonesia asal Nusa Tenggara Timur itu. Bukankah kepergian para tenaga kerja ini, lebih disebabkan karena pemerintah tak sanggup menyediakan lapangan kerja yang memadai, sehingga kita juga tak bisa menyalahkan kepergian para tenaga kerja yang berupaya untuk menaikkan taraf hidup dengan bekerja sebagai tenaga kerja di luar negeri. Sehingga kasus TKI bukanlah sekedar masalah klasik yang terus berulang dan berkepanjangan.

1 komentar: